Digital Kills Musicians?
Teks : Sandro Rayhansyah
Kiamat Industri Musik Dunia?
Dewasa ini wajah industri musik dunia berubah total. Internet adalah biang keladi dari semua perubahan ini. Berkembangnya globalisasi belakangan ini yang dipacu oleh pertumbuhan teknologi yang berevolusi dengan sangat cepat telah membawa kita pada dunia yang tanpa batas. Arus informasi mengalir kemanapun, dimanapun, dan kesiapapun. Musik, dalam konteks industri dan sebagai komoditas, mengalir dengan arus yang sebanding dengan perkembangan teknologi yang semakin tidak mengenal batas ruang dan waktu. Tanpa disadari, satu dekade belakangan ini telah menjadi momen yang evolusional bagi industri musik dunia dan musik itu sendiri.
Medium musik pun berubah. Kemana-mana kita tidak perlu lagi untuk membawa Walkman hingga Discman sekalipun, sebagai substitusinya, handphone sehari-hari yang kita bawa pun sekarang telah berfungsi dengan sangat baik sebagai music player, dan bahkan sekarang ada iPod. Masyarakat semakin malas untuk datang ke toko CD, membeli fisik dari CD tersebut, kemudian harus mem-rip CD tersebut agar bisa diputar di handphone atau iPod Anda. Sampai jumpa CD dan kaset, selamat datang MP3.
Berdasarkan data statistik, di tahun 2008 penjualan album fisik turun sebesar 20% dari 450,5 juta ke angka 362,6 juta, sedangkan penjualan album digital naik dengan signifikan sebesar 32% mencapai angka 65,8 juta unit.
Tak heran jika Radiohead merilis album In Rainbows (2007) secara digital dan bahkan dengan tarif pay whatever amount you want dalam menyikapi fenomena ini. Sederet artis pun ikut meramaikan strategi ini seperti Nine Inch Nails hingga Coldplay, seakan-akan mereka turut ikut serta memperlihatkan keprihatinannya terhadap kondisi terkini industri musik dunia yang seakan melupakan pengalaman memegang album dalam bentuk fisik.
Dalam skena lokal beberapa tahun yang lalu, Dewa19, Padi, Sheilaon7 hingga Peterpan dengan perkasa mampu meraih penghargaan Platinum di angka jutaan kopi atas penjualan fisiknya. Sekarang? Artis-artis mainstream manapun hanya menyanggupi penjualan album di kisaran ratusan ribu, bahkan standar Platinum pun menurun dari waktu ke waktu. Hal ini mempertandakan sekaligus mempertanyakan sesuatu dilema yang tanpa ujung : akankah digitalisasi selalu berimplikasi positif? Apa kabar jika implikasinya adalah dengan maraknya sharing files dan sistem cut-copy-paste lagu secara ilegal (baca : pembajakan)?
Tak bisa dipungkiri, pembajakan di
Menurut Asosiasi Industri Rekaman Indonesia (Asiri), pada tahun 1997 angka penjualan album masih mencapai 90 juta keping, sementara di tahun 2008 hanya mencapai sekitar 11 juta keping. Industri musik lokal dalam suatu sisi terperosok. Pertanda telah terjadi perubahan pola yang fundamental dalam industri musik ini.
Selamat Datang Era Musik Digital!
Anda dapat membeli koleksi album/lagu original artis favorit Anda dalam format MP3. Dan Anda mendapatkan dalam harga yang jauh lebih murah dari harga fisik CD/kaset aslinya namun dengan kualitas yang sama. Dan yang paling penting, semua ini legal.
Digitalisasi musik ternyata menjadi medium yang sebaliknya, sebagai momentum bangkitnya kembali menggeliatnya industri musik dunia.
Fenomena ini telah marak di luar negeri dengan kehadiran banyak online digital music store dalam format MP3, dimana untuk yang teratas kita mengenal nama seperti iTunes Music Store. Menurut Wikipedia, per Januari 2009 iTunes Music Store telah menjual lebih dari 6 triliun lagu dan menguasai lebih dari 70% pangsa pasar penjualan musik digital dunia. Tinggal mengisi account Anda melalui credit card atau voucher gift card, Anda dengan leluasa dapat mengeksplor katalog musik digital terlengkap di dunia yang bebas Anda pilih dan beli sesuai minat Anda. Sebuah dunia digital yang sangat menjanjikan untuk kebangkitan kembali industri musik dunia. Sayang sekali Indonesia belum ter-penetrasi dengan baik.
Euforia digital tersebut ternyata tak mendarat mulus dalam merubah pola kebiasaan masyarakat musik Indonesia. Kemudahan akses dan digitalisasi akan musik masih bermuara di ranah yang ilegal. Hadirnya Im:Port, sebagai salah satu (bahkan satu-satunya) portal penjualan musik digital di Indonesia, ternyata tidak sesuai dengan harapan. Hal ini didukung oleh katalog artis Im:Port yang sangat terbatas, dan sebaliknya, industri musik Indonesia lebih memilih untuk serius dalam menggarap lahan lain yang sepertinya jauh mendatangkan keuntungan, yaitu Ring Back Tone (RBT).
Beberapa tahun belakangan penjualan RBT malah jauh lebih besar dari penjualan album mana pun di Indonesia saat sekarang ini. Untuk per satu kali pengaktifan, RBT menguras gocek rupiah pengguna di kisaran Rp 5-10 ribu. Anda bisa bayangkan, untuk ukuran satu lagu, yang bahkan dalam durasi yang tidak penuh, berkualitas di bawah rata-rata, dan bahkan Anda sendiri tidak mendengar –melainkan untuk rekan Anda yang menghubungi nomor Anda, keuntungan per satu kali aktivasi RBT benar-benar menggiurkan. Artis-artis seperti Vagetoz, Samsons, Mbah Surip, Ungu, dan lainnya berhasil menjual RBT di angka lebih dari 1 juta aktivasi di saat penjualan album mereka semakin lesu. Dan penghasilan kotor yang mereka dapat bisa mencapai angka milyaran untuk setiap penjualan RBT-nya. Jauh lebih baik jualan RBT daripada jualan album. Sederhananya kita bisa berpikir seperti itu.
Namun RBT layaknya sebuah trend, cepat atau lambat akan ditinggalkan semua orang. Pada dasarnya RBT belum berbicara tentang solusi digitalisasi dan pembajakan, melainkan hanya suatu siasat industri dalam menyikapi 2 hal tersebut. Online digital music store sebenarnya adalah jawaban yang paling relevan dalam konteks industri musik Indonesia saat sekarang ini. Tinggal gimana industri bisa mem-package strategi yang jitu dan tepat sasaran untuk merubah pola konsumsi musik masyarakat musik Indonesia yang terlanjur ’bobrok’ seperti ini.
Solusi Nokia Untuk Industri Musik Dunia : Layanan Musik Nokia
Nokia, sebagai salah satu produsen handphone terkemuka di dunia, khususnya di Indonesia, ikut mencoba menawarkan solusi dalam bisnis musik digital ini. Nokia secara global merilis Nokia Music Store dan Royal Artist Club. Melalui software Ovi Musik/Ovi Player yang Nokia rilis, pengguna bisa memanfaatkan fitur music player di PC ala Nokia yang memiliki aksebilitas tinggi seperti dalam hal sync PC Anda dan handphone yang tidak seribet iPod dengan iTunes-nya. Program tersebut digunakan untuk mengakses Nokia Music Store yang memiliki fitur yang menjanjikan bagi masa depan industri musik
Nokia Music Store menawarkan program membership untuk Nokia Music Store melalui pembelian beberapa edisi handphone Nokia yang dikhususkan untuk musik, namanya Comes With The Music. Program membership ini menjanjikan 6 juta lagu lebih yang dapat Anda unduh di Nokia Music Store. Dan semua bisa Anda download dengan GRATIS. Katalognya pun tidak main-main, Nokia menjalin kerjasama dengan label-label terkemuka dunia mulai dari Universal hingga SonyBMG. Setelah selesai periode membership pun, Anda masih bisa menyimpan track yang telah Anda unduh dengan aman, dan Anda bisa melanjutkan transaksi pembelian musik layaknya online digital music store lainnya. Namun beruntung Nokia Music Store memiliki berbagai konten yang secara ekslusif hanya dimiliki Nokia. Sampai saat ini, akses ini masih terbatas di beberapa negara. Tak lama jika telah siap pakai di Indonesia, saya rasa orang akan berpikir dua kali untuk mengunduh lagu-lagu secara ilegal. Toh, Nokia menawarkan gratis, dan secara legalitas dijamin halal.
Ada juga Nokia : Now Playing yang menyediakan ragam video/album dari artis terkait dengan pilihan yang banyak. Termasuk video streaming yang dapat diakses dengan cepat dan gampang.
Nokia juga memiliki Royal Artist Club (RAC), dimana Anda dapat melihat blog-blog ekslusif dari banyak artis yang tergabung di RAC. Anda menjadi lebih dekat dengan artis-artis yang diidolakan dengan konten-konten yang selalu update dan tidak ditemukan dimana lagi selain di situs RAC. Nama-nama besar seperti Dragonforce, The Answer, Erykah Badu dan menyusul segenap nama-nama populer lainnya tentu akan menjadi alasan yang kuat akan kehadiran RAC ini. RAC akan membuat Anda dapat menyimak keseharian dari artis-artis besar idola Anda, dan para musisi pun dapat memanfaatkan kesempatan ini untuk lebih dekat dengan para fansnya. Bayangkan nanti ketika sayap RAC telah berlabuh di Indonesia, jika musisi-musisi seperti Slank, Gigi, Naif dan lainnya bergabung di rooster RAC, Anda akan memiliki kesempatan untuk lebih mengenal si musisi tersebut dan mendapat informasi terkini langsung dari si musisi yang bersangkutan. PR besar bagi Nokia
Peran Nokia sebagai handphone yang paling banyak dimiliki di
Visit : http://www.nokia.co.id/layanan/musik